Disuratku yang kesekian untukmu dan tak kau baca, lagi-lagi aku menuliskan rindu. Rindu yang memang tak perlu kau baca, juga mungkin tak kau rasa. Aku rindu kamu di langkah-langkah tanpa genggaman antara mall dan restoran junk food malam itu. Aku juga jauh lebih merindukanmu di sela-sela ocehanmu tentang kita, bukan tentang apa-siapa disana. Tapi jika merindukanku adalah mustahil untukmu, ijinkan saja aku yang merasakannya. Aku tau apa-siapa yang sebenarnya kau rindu, sekalipun bukan aku, aku akan selalu mendoakanmu.
Ada hal yang memang semestinya tidak dipaksa. Merindukanku, contohnya. Kau mengerti kan? Ya jika kau memang tidak merindukanku, tidak apa-apa, aku akan tetap hidup dan (semoga) baik-baik saja.
No comments:
Post a Comment